Orang Bali

Orang Bali

Keindahan Alam yang 'Nyeni'

Bicara soal keindahan alam, sudah tak diragukan lagi. Bali memang selalu jadi tujuan berwisata. Mulai dari pantainya, beberapa bangunan yang kental dengan budaya Bali, hingga wisata kulinernya. Seolah tak ada habisnya membicarakan keindahan Bali, bahkan keindahan daerahnya pun menyimpan seni.

Lihat saja keberadaan Pura dan bagaimana penduduk setempat menjalani hidup dengan sajian alamnya. Seolah mereka saling berintegrasi, antara keindahan alam, kebudayaan, dan cara mereka menjalani hidup.

"Sesuatu yang mampu membuat turis kembali datang ke Bali itu tak melulu keindahannya. Tapi tradisinya, kebiasaannya, kebudayaan mereka itu sudah kesenian. Orang Bali saban hari itu berkesenian. Menurut saya orang yang paling hidup dengan kesenian itu hanya orang Bali. Jangan dilawan deh orang Bali," ujar Gde Aryantha sembari tertawa.

Menyuguhkan Sesuatu yang Beda

Begitu Anda menginjakkan kaki ke Pulau Dewata, pasti akan terasa sesuatu hal yang berbeda dan unik. Hal ini karena ada begitu banyak ciri khas yang membedakan Bali dengan daerah lainnya. Salah satunya ada sapi Bali.

Dilansir dari laman Dinas Pertanian dan Ketahanan Pangan Provinsi Bali, sapi Bali merupakan sapi asli dan murni Indonesia, merupakan keturunan asli banteng (Bibos banteng). Salah satu ciri yang paling mudah diamati yakni bentuk badan yang kompak padat, sintal, dan tidak berpunuk. Warna bulu badan sapi betina dan pedet atau godel jantan maupun betina berwarna merah bata. Sedangkan sapi jantan berwarna hitam.

"Itu kan sudah keistimewaan. Sapi Bali itu sapi unik, kemudian ada jalak Bali, hanya Bali yang punya. Nah itulah keunikan-keunikan bali, jadi yang membuat orang senang kembali menikmati Bali itu karena keunikannya. Ditambah mungkin juga senyum orang Bali beda dengan orang Jawa, Bandung, atau Surabaya," ceritanya sambil tertawa kecil.

Memegang Kuat Tradisi

Tak dipungkiri, Bali yang dikunjungi oleh banyak pendatang membuat Pulau Dewata mudah terpapar tradisi luar. Salah satunya modernisasi pada arsitektur rumah, keberadaan ruang tamu merupakan adaptasi dari peradaban Barat.

Kebiasaan makan pakai sendok juga merupakan adaptasi dari budaya penjajah, sebab diterangkan oleh Gde Aryantha bahwa orang Bali sejak dulu makan dengan posisi jongkok dengan meja yang rendah. Hal ini merupakan keunikan sebuah tradisi yang masih ada hingga sekarang namun tak banyak lagi dilakukan.

"Jadi Bali itu disukai di dunia karena unik dan otentik, tidak ada di dunia. Itu selalu saya bilang di buku-buku saya. Dalam kehidupan modern, orang Bali jelas ada yang terbawa pengaruh Barat. Tapi semua tergantung pola pikir, sehingga bisa membedakan mana yang sekiranya mampu memajukan peradaban," ujarnya.

Ia menjelaskan bahwa orang Bali itu kuat dengan tradisi, hal inilah yang menjadi benteng. Sehingga meskipun ada budaya Barat yang masuk, tetap orang Bali mampu menjaga tradisinya.

"Misalnya kesenian Barong, itu kan ada barongsai. Ornamen-ornamen ukiran-ukiran itu kan pengaruh cina, pengaruh mesir ada juga. Tapi kehebatannya orang Bali sebagai makhluk seni, yang mereka terima itu mereka create menjadi suatu yang baru. Sehingga ketika mereka masuk ke ranah tradisi, mereka jadi disiplin, jadi baik. Itu juga suatu yang unik, bagaimana pengaruh luar tidak sampai masuk ke jantung, ke intinya. Cuma di permukaan saja," pungkas Gde Aryantha.

Ngulapin, prosesi untuk roh orang yang meninggal

Jika seseorang meninggal di luar rumah, maka keluarga akan melakukan prosesi atau upacara ngulapin. Seperti yang pernah diulas Bali.idntimes.com, upacara ngulapin bertujuan untuk menuntun roh kembali ke asalnya. Contoh, jika seseorang meninggal di rumah sakit atau meninggal karena kecelakaan, maka keluarga akan melakukan upacara ngulapin di tempat orang tersebut meninggal.

Umat Hindu percaya, saat orang meninggal karena kecelakaan atau meninggal di suatu tempat, rohnya masih berada di tempat tersebut atau meminjam istilah umumnya bergentayangan. Upacara ngulapin inilah yang akan menuntun roh tersebut pulang ke tempat badan kasarnya disemayamkan, yang kemudian akan dilakukan prosesi ngurug maupun ngaben.

Sifat dan Kebiasaan Orang Bali

Masyarakat Bali Bisa Bahasa Inggris

Mengingat Bali yang selalu menjadi destinasi wisata, membuat mayoritas warganya pun jadi bisa berbahasa inggris. Meskipun mungkin tidak terlalu fasih, namun bisa dikatakan para turis mancanegara nyambung saat berbicara dengan penduduk setempat. Mereka belajar bahasa Inggris secara otodidak karena tuntutan pariwisata yang berkaitan dengan sumber perekonomian mereka.

Nyiramin, prosesi memandikan jenazah

Saat orang meninggal, jenazahnya terlebih dahulu disemayamkan di kamar yang ada di rumah orang tersebut. Sebelum jenazah diupacarai, keluarga dan warga setempat akan memandikan jenazah yang disebut dengan prosesi nyiramin (memandikan jenazah). Dikutip dari laman Bali.kemenag.go.id, untuk memandikan jenazah ini memiliki tata cara tersendiri dan beberapa sarana upacara.

Prosesi nyiramin dilakukan di halaman rumah. Jenazah dikeluarkan dari tempat disemayamkan sebelumnya menuju ke tempat untuk memandikan yang disebut pepaga. Pepaga terbuat dari bambu yang memiliki bentuk seperti tempat tidur seukuran jenazah. Jenazah akan dibersihkan, kemudian dikenakan pakaian yang bersih.

Keluarga orang yang telah meninggal akan menghaturkan sembah bhakti agar perjalanan roh atau atma orang yang meninggal diberikan kelancaran menyatu dengan Sang Penguasa. Setelah prosesi selesai, akan dilanjutkan dengan prosesi yang disebut dengan ngeringkes. Ngeringkes ini untuk membungkus jenazah dengan kain putih dan beberapa sarana lainnya.

Setelah prosesi ngeringkes, dilanjutkan dengan menaruh jenazah di bale dangin atau bale upacara (bangunan khusus untuk melaksanakan upacara yang biasanya terletak di bagian Timur area rumah). Saat jenazah disemayamkan di bale dangin atau bale upacara, keluarga atau orang-orang terdekat menghaturkan punjung atau disebut memunjung. Memunjung ini simbol menghaturkan makanan kepada roh atau arwah orang yang telah meninggal tersebut.

Ada Akulturasi Budaya dan Agama

Desa Pegayaman adalah desa dengan mayoritas penduduk beragama Islam, di tengah lingkungan masyarakat Bali yang mayoritas beragama Hindu. Dalam buku Bali Menggugat oleh Putu Setia, diceritakan bahwa mereka tetap mempertahankan tradisi Bali. Mereka juga tetap menggunakan nama-nama asli Bali seperti Wayan, Nengah, Ketut, Made, sebagai nama khas orang Bali sesuai urut kelahiran.

Salah satu budaya yang masih dipertahankan yakni Ngejot, membawa makanan ke tetangga sebagai sarana silaturahmi. Hal ini dilakukan pada bulan-bulan puasa. Penduduk setempat masih memegang teguh tradisi Bali selama tidak melanggar keyakinan beragama, terlebih jika itu berbagi dengan orang lain.

Selain itu ada pula tradisi Muludan sebagai perayaan lahirnya Nabi Muhammad, warga Pegayaman mulai membuat ogoh-ogoh (patung raksasa yang biasa dipakai umat Hindu dalam menyambut Hari Raya Nyepi) yang kemudian diarak warga.

Nah detikers, itulah tadi penjelasan lengkap mengenai kebiasaan orang Bali yang jadi ciri khas dan daya tarik bagi para wisatawan. Sungguh unik dan membanggakan ya? Kini tak heran mengapa Bali selalu jadi primadona dalam wisata.

Kematian adalah lingkaran kehidupan yang harus dilalui setiap orang. Artikel kali ini akan membahas mengenai prosesi yang dilakukan saat seseorang meninggal di Bali menurut Hindu. Hindu percaya, bahwa roh orang yang meninggal harus diupacarai agar bisa menyatu kepada Sang Pencipta.

Selain Ngaben atau upacara pembakaran jenazah, ada beberapa prosesi atau tradisi yang dilakukan di Bali. Berikut ini adalah beberapa tradisi atau prosesi orang meninggal di Bali.

Baca Juga: Mengenal Ngaben Tikus di Tabanan dan 4 Tradisi Unik Lainnya

Baca Juga: Makna Upacara Ngulapin saat Orang Bali Terkena Musibah

Ngurug, prosesi mengubur jenazah

Jika tidak melakukan upacara ngaben, maka jenazah haruslah dikubur terlebih dahulu di kuburan desa adat setempat. Prosesi mengubur jenazah di Bali sering disebut dengan istilah ngurug atau ada juga yang menyebutnya dengan istilah mekinsan ring pertiwi (dititip di tanah/pertiwi). Keluarga dan warga setempat akan membawa jenazah dari rumah ke kuburan adat desa setempat.

Prosesi ngurug ini menggunakan beberapa sarana upacara dan dipimpin oleh seorang pemangku (orang suci dalam agama Hindu). Setelah melakukan prosesi penguburan, nantinya keluarga akan melakukan Tradisi Memunjung pada hari-hari tertentu di kuburan tersebut. Biasanya dilakukan pada hari raya seperti Galungan dan Kuningan. Saat memunjung, keluarga akan membawakan makanan ke kuburan anggota keluarga yang telah meninggal, seolah-olah seperti menghaturkan makanan dan minuman kepada keluarga yang telah meninggal.

Megebagan, bermalam di rumah duka

Megebagan adalah kegiatan sosial yang dilakukan oleh warga banjar saat ada warganya yang meninggal. Selama megebagan, warga akan datang secara bergiliran di malam hari ke rumah duka. Megebagan sebagai cara untuk mendukung keluarga yang sedang berduka.

Tidak ada kegiatan khusus yang dilakukan saat megebagan. Warga hanya datang untuk berkumpul, saling mengobrol, dan lainnya. Megebagan juga menjadi ajang untuk mempererat rasa persaudaraan sesama warga banjar di Bali.

Megebagan akan dimulai saat jenazah telah berada di rumah duka. Pemimpin banjar atau kelian akan memberikan informasi kepada warganya bahwa ada seorang warga yang meninggal. Biasanya Megebagan selesai selama dua atau tiga hari setelah jenazah dikubur.

Umat Hindu percaya akan adanya hari baik dalam melakukan kegiatan sehari-hari, terutama yang berhubungan dengan upacara. Oleh karena itu, setelah ada orang yang meninggal, keluarga beserta pengurus banjar akan mencari hari baik untuk menentukan kapan rentetan prosesi-prosesi di atas dilaksanakan. Tata cara pelaksanaan, sarana upacara, dan sebagainya memiliki perbedaan antara satu desa dengan desa lainnya. Semuanya menyesuaikan kebiasaan dan adat istiadat desa setempat.

IDN Times Community adalah media yang menyediakan platform untuk menulis. Semua karya tulis yang dibuat adalah sepenuhnya tanggung jawab dari penulis.

Bisnis.com, DENPASAR – Bali sebagai destinasi pariwisata yang dikembangkan sejak puluhan tahun lalu telah menghidupkan bisnis akomodasi hotel dan restoran secara masif. Banyak investor dari dalam dan luar negeri yang membangun hotel mewah di Bali, mulai dari investor yang memiliki reputasi internasional seperti Marriott Group, Aston International dan lainnya.

Selain investor besar, ternyata ada juga putra daerah Bali yang memiliki hotel mewah sejak puluhan tahun lalu. Berikut daftar hotel mewah yang dimiliki oleh orang Bali.

Griya Santrian atau Santrian Group merupakan induk dari sejumlah hotel dan resort bintang lima yang tersebar di Sanur hingga Nusa Dua. Griya Santrian dirintis oleh Ida Bagus Tjentana Putra atau yang dikenal juga dengan nama Ida Pedanda Nabe Gede Dwija Ngenjung, nama ini juga sekaligus menandakan bahwa pendiri Griya Santrian ini seorang tokoh spiritual Bali.

Griya Santrian mulai beroperasi pada 1972 di kawasan pariwisata Sanur tepatnya di Jalan Danau Tamblingan no.47, Sanur. Berada di pesisir pantai Sanur yang Indah, Griya Santrian cepat berkembang dan menjadi tempat menginap para wisatawan mancanegara, terutama dari Australia dan Eropa.

Setelah berkembang, Griya Santrian kemudian memperlebar sayap dengan membangun dua resort di Sanur dan Nusa Dua. Di Sanur dibangun resort mewah dengan nama Puri Santrian, resort ini berada di Jalan Cemara no.35 Sanur, Denpasar. Kemudian di Jalan Pratama, Tanjung Benoa, Nusa Dua dibangun The Royal Santrian yang menawarkan pemandangan Indah pantai Benoa melalui resort dan villa yang mewah.

Ciri khas resort dan villa Santrian Group yakni kental dengan nuansa Bali, terlihat dari bangunan resort dan villa mereka  di tiga tempat tersebut. Saat ini Santrian Group dijalankan oleh generasi kedua dan ketiga dari pewaris Ida Bagus Tjentana. Salah satu pemegang saham Griya Santrian adalah Ida Bagus Agung Partha Adnyana yang menjabat sebagai ketua Bali Tourism Board (BTB)

Tjampuhan Group merupakan perusahaan hotel yang didirikan oleh keluarga Puri Ubud, sebuah puri atau kerajaan yang eksis masih sekarang. Wakil Gubernur Bali saat ini, Ida Tjokorda Oka Artha Ardana Sukawati atau yang akrab disapa Tjok Ace, merupakan pemilik Tjampuhan Group.

Cikal bakal hotel Tjampuhan sudah dirintis oleh ayah Tjok Ace yang bernama Tjokorda Gde Agung Sukawati sejak 1960, keluarga puri Ubud awalnya hanya membangun 12 kamar untuk keperluan pertemuan para tokoh hindu saat itu yang tergabung dalam PHDI. Namun karena berada di kawasan pariwisata Ubud, hotel Tjampuhan menjadi daya tarik bagi wisatawan saat itu. Akhirnya keluarga Puri Ubud terus mengambangkan hotel Tjampuhan Ubud hingga memiliki 80 kamar.

Hotel ini berada di Jalan Raya Campuhan Ubud, Gianyar. Dibawah kendali Tjok Ace, bisnis hotel semakin berkembang, Tjok Ace kemudian mendirikan perusahaan dengan nama Tjampuhan Group, sebagai induk hotel, villa, SPA yang dibangun.

Tjampuhan Group saat ini mengelola sejumlah resort selain hotel Tjampuhan, antara lain Royal Pita Maha di Kedewatan, Ubud. Tjok Ace juga membangun restoran mewah dengan nama Bridges Restoran yang berada di Jalan Raya Campuhan, Ubud. Ada juga The Royal Kirana SPA and Wellness yang berada di jalan raya kedewatan, Ubud.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel